Pengikut

Senin, 04 November 2019

Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi Kota Palembang - Sumatera Selatan

Badri (1983) dalam laporannya menyatakan bahwa bentang alam di daerah Ilir Palembang, yaitu di sebelah utara Air Musi, merupakan daerah pedataran dan perbukitan bergelombang yang tersusun oleh endapan rawa dan aluvium. Air adalah nama setempat di daerah Palembang yang berarti sungai. 

Air Musi bukan saja sebagai sungai terbesar di Pulau Sumatera tapi juga sebagai sungai terlebar di Indonesia. Sungai ini mempunyai lembah berbentuk U dan sudah berkelok-kelok (meandering) yang menandakan bahwa sungai tersebut sudah pada stadium tua. Kedua faktor tersebut memberikan dugaan bahwa Air Musi sudahmengalami perpindahan tempat beberapa kali. Air Musi yang membelah Kota Palembang tersebut sangat berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di daerah itu. 

Dengan berkembangnya pemukiman dan industri di Kota Palembang dan sekitarnya serta keberadaan Air Musi, maka untuk penataan wilayah tersebut diperlukan informasi geologi. Sejauh ini informasi dasar geologi, khususnya sedimen Kuarter di daerah ini belum tersedia. 

Dengan mempelajari sedimen Kuarter tersebut di atas, di samping untuk mengetahui perkembangan alur-alur sungai purba dan berubahnya lingkungan terutama dataran banjir dan dataran aluvium, juga untuk mengkaitannya dengan evolusi cekungan, khususnya perkembangan alur sungai Musi purba. Williams drr. (1993) menyatakan bahwa proses yang mempengaruhi pembentukan sedimen selama kurun waktu Kuarter, antara lain adalah: (a) perubahan alas cekungan (baselevel) dan efek tektonik, (b) keseimbangan wilayah tadah hujan (catchmentwater balance), dan proses erosi, serta (c) proses  alur sungai. Kesemua faktor tersebut sangat penting dalam perencanaan atau penataan wilayah sesuai dengan daya dukungnya.




Bentang alam Ilir Palembang dapat dibedakan menjadi daerah dataran dan perbukitan bergelombang. Daerah dataran yang memiliki ketinggian kurang dari 50 meter (dpl), merupakan wilayah dataran sungai dan rawa. Bentang alam perbukitan bergelombang yang membentang pada ketinggian antara 50-100 m memiliki kemiringan lereng berkisar antara 10 sampai 15%. Batuan yang menyusun morfologi ini adalah batuan sedimen yang sudah mengalami perlipatan cukup kuat dengan kemiringan tajam, terdiri atas perselingan batulempung, serpih, batulanau bersisipan batupasir, batula-nau tufan dengan sisipan batubara, tuf, tuf pasiran, batupasir tufan, dan batuapung. 

Gafoer drr. (1995) telah memetakan daerah ini dalam peta geologi lembar Palembang berskala 1:250.000, sedangkan Badri (1983) memetakan daerah ini lebih rinci lagi dengan skala 1:100.000 (Gambar 2). Batuan yang tersingkap di daerah penelitian adalah Formasi Muaraenim yang berumur Miosen. Formasi ini dibedakan menjadi Formasi Muaraenim bagian bawah dan Formasi Muaraenim atas yang ditutupi oleh sedimen Kuarter. Formasi Muaraenim bagian bawah memiliki sebaran cukup luas, serta umumnya telah mengalami perlipatan, dan terdiri atas batulempung dan batulanau tufan dengan sisipan batubara. Formasi Muaraenim bagian atas terdiri atas batulempung serpihan abuabu kehijauan, bersisipan batubara tipis, batu pasir halus karbonatan, dan batulanau. Formasi ini secara selaras terletak di atas Formasi Muara Enim bagian bawah. Akhirnya formasi tersebut ditutupi oleh endapan rawa dan aluvium.



TEORI MOTIVASI



-->
Ditulis oleh Moderator di/pada Juni 14th, 2007
Artikel dari Adolf Gulo (Nias)
Saya sependapat bahwa kecerdasan emosional terbukti berpengaruhi positif terhadap kinerja pada semua bagian organisasi dan sangat relevan bagi pekerjaan yang membutuhkan tingkat interaksi sosial yang tinggi.
Pada kesempatan ini saya tambahan mengenai TEORI MOTIVASI untuk menyempurnakan bagaimana seseorang memotivasi dirinya untuk menuju kesuksesan.
TEORI MOTIVASI
Motivasi adalah kekuatan yang memacu seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam suatu organisasi, motivasi anggota sangat penting karena tanpa keteguhan motivasi anggota maka upaya mencapai tujuan organisasi tersebut tidak akan berhasil dengan baik.
Ada empat hal yang harus dimaknai secara komprehensif berkaitan dengan motivasi dalam berorganisasi. Yakni, bahwa motivasi berisikan hal-hal yang bersifat positif, motivasi mengatur hubungan kerja, motivasi menentukan kinerja organisasi, dan motivasi tidak pernah boleh berhenti.
Jika seseorang anggota mendapat kepuasan dari fungsi dan perannya di dalam organisasi, bukan kepuasan akibat peningkatan status sosial atau keuntungan finansial, maka hal tersebut berarti yang bersangkutan memiliki motivasi intrinsik.
Sebaliknya, motivasi ekstrinsik berarti ada elemen lain di luar tugas pekerjaan sebagai faktor utama yang memotivasi seseorang anggota organisasi melaksanakan fungsi dan perannya di dalam organisasi, misalnya prestise atau besarnya kompensasi.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, saat ini pemahaman tentang motivasi tidak lagi terbatas pada pengertian tradisional di mana manajemen memotivasi anggota hanya melalui sistem insentif (anggota yang memberi keuntungan lebih besar kepada organisasi akan menerima insentif yang lebih besar). Model hubungan manusia kini mewarnai kaidah tradisional tersebut.
Kecenderungan saat ini adalah manajemen berupaya memotivasi anggota melalui pemenuhan kebutuhan sosial anggota sehingga anggota merasa penting dan berguna bagi organisasi.
Landy & Becker, berbekal model hubungan manusia tersebut, menyusun lima kategori teori motivasi, yaitu Teori Kebutuhan, Teori Penguatan, Teori Keadilan, Teori Harapan, dan Teori Penetapan Sasaran.
1. Teori Kebutuhan (Hierarchy of Needs):
Seseorang mempunyai motivasi jika belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dalam kehidupannya.
Abraham Maslow merupakan penggagas teori kebutuhan yang paling populer. Teori Hirarki Kebutuhan-nya mengutarakan, motivasi manusia berdasarkan lima kebutuhan dengan urutan dari terendah sampai dengan tertinggi sebagai berikut: fisiologis -> keamanan -> sosial -> harga diri -> aktualisasi diri.
Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhanya tersebut secara bertahap. Apabila satu tahapan kebutuhan telah terpenuhi maka kebutuhan tersebut tidak lagi menjadi motivator.
John W. Atkinson mengelompokkan tiga kebutuhan yang memacu motivasi intrinsik, yakni kebutuhan berprestasi (needs for achievement), kebutuhan berkuasa (needs for power), dan kebutuhan berafiliasi (needs for affiliation).
2. Teori ERG:
Seseorang yang belum mampu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi akan kembali pada kebutuhan yang lebih rendah.
Clayton Alderfer mempopulerkan teori ini berdasarkan pada norma keberadaan (Existence), hubungan (Relatedness), dan pertumbuhan (Growth). Alderfer menyampaikan, penekanan teori ini adalah pada gerak yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu ke waktu atau dari situasi ke situasi.
3. Teori Keadilan (Justice):
faktor utama motivasi kerja adalah evaluasi individual terhadap keadilan penghargaan yang diterima.
Stoner, yang mengemukakan teori ini, berpendapat bahwa harus ada perbandingan yang memadai antara input - output. Menurutnya, seseorang anggota organisasi akan lebih memotivasi dirinya jika rasio input - output yang dimiliki sama dengan rasio input - output yang dimiliki anggota lain. Dengan demikian persepsi anggota organisasi terhadap keadilan peraturan organisasi (procedural juctice) dalam membagi imbalan menjadi sangat penting.
4. Teori Harapan (Hopes):
Seseorang menentukan tingkah lakunya berdasarkan berbagai alternatif dengan harapan memperoleh keuntungan dari setiap tindakan yang dipilihnya.
Menurut Gordon, teori ini terdiri atas tiga elemen dasar: harapan, instrumentalitas, dan valensi. Harapan mengacu pada persepsi individu bahwa usaha akan menghasilkan kinerja (seperti, produktivitas atau peningkatan penjualan). Instrumentalitas mengacu pada persepsi individu bahwa kinerja dapat berupa hasil yang positif atau negatif (misal, promosi, kenaikan gaji, kelelahan, atau kesunyian). Valensi mengacu pada nilai individu yang melekat pada kinerja yang dihasilkan.
5. Teori Penguatan (Reinforcement):
tingkah laku berkonsekuensi positif cenderung berulang; tingkah laku berkonsekuensi negatif cenderung tidak berulang.
B.F. Skinner, pengemuka teori ini menyampaikan bahwa tindakan seseorang pada masa lalu sangat mempengaruhi tindakan masa depan secara siklus dengan urutan sebagai berikut: rangsangan -> respon masa lalu -> konsekuensi -> respon masa depan. Manajemen biasanya memanfaatkan pendekatan ini untuk mengubah tingkah laku anggota organisasinya. Oleh karena itu lazim juga disebut teori modifikasi tingkah laku (behaviour modification) berdasarkan ide eksplorasi W. Clay Hamner.
6. Teori Penetapan Sasaran (Goal Setting):
seseorang secara individu akan termotivasi apabila mempunyai kemampuan atau keterampilan untuk mencapai sasaran tertentu.
Peter F. Drucker berpendapat, penetapan sasaran merupakan program yang terdiri atas tujuan yang spesifik dan ditentukan secara partisipatif untuk suatu periode yang jelas disertai dengan umpan balik mengenai kemajuan pencapaian tujuan. Fokus teori ini adalah pada proses penetapan sasaran yang dapat dibedakan atas sasaran spesifik (specificity), sasaran sulit (difficulty), dan sasaran diterima (acceptance). Penetapan sasaran tidak dilakukan secara sepihak oleh manajemen, melainkan penetapan sasaran melibatkan anggota organisasi dengan mengedepankan prinsip partisipasi agar memotivasi anggota untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi.